SAREKAT ISLAM (SI) ANTARA ISLAM DAN KOMUNIS
SAREKAT ISLAM BAGAIKAN DUA SISI MATA UANG YANG BERBEDA
Islam merupakan agama
mayoritas terbesar yang ada di Indonesia, dari zaman dahulu pejuang bangsa ini
berjuang melawan penjajah dengan membawa nama Islam sebagai simbol
nasionalisme. Dengan dijadikan Islam sebagai simbol nasionalisme inilah yang
menjadi suatu kekuatan bagi rakyat indonesia untuk melawan penjajahan yang
terjadi, hal ini dikarenakan, penjajahan merupakan suatu kezaliman yang
dilakukan oleh Belanda yang telah merampas seluruh kekayaan yang ada di
Indonesia, dan penindasan terhadap kehidupan. Maka, dengan adanya penjajahan
tersebut memunculkan pemahaman terhadap rakyat Indonesia bahwa Islam itu sangat
dekat dengan nasionalisme. Sehingga pada abad ke-20 telah berdiri organisasi –
organisasi pergerakan yang mengatas namakan Islam sebagai pondasi dasar untuk
melawan kolonial Belanda.
Seperti yang telah
disebutkan oleh Ki Hajar Dewantara pada tulisannya yang berjudul “Het
Javaancsche Nationalisme in de Indische Beweging” ( dalam Suryanegara,2009:281)
Islam menjadi anti-Politik Kristenisasi karena Kristenisasi identik dengan
imperialisme atau penjajahan. Tulisan ini dibuat karena beliau menyaksikan
sendiri kondisi Indonesia pada masa itu, bagaimana pandangan Islam sebagai
agama mayoritas yang tertindas. Demikian pula sikap rakyat yang tidak menerima
Kristen dijadikan tameng penindasan penjajah Belanda dengan politik
Kristenisasinya. Karena pada dasarnya Belanda pada awal kedatangannya membawa
misi 3G (glory, gospel,gold).
Dengan adanya ideologi
keislaman inilah yang membuat beberapa pejuang mengatas namakan Islam sebagai
kekuatan untuk memerangi Belanda. Seperti perlawanan H. Hasan yang diceritakan
oleh Chusnul Hayati (2000:180) Ideologi perang suci menonjolkan penolakan
masyarakat muslim terhadap pemerintah kafir. Sehingga jika melakukan perlawanan
maka bisa dikatakan bahwa perlawanan tersebut merupakan peperangan di jalan
Allah SWT. Sehingga jika gugur akan dikatakan mati dalam keadaan sahid.
Pada tahun 1911 telah
berdiri suatu perserikatan yang mengatas namakan Islam yaitu Sarekat Islam yang
dulunya bernama Sarekat Dagang Islam. Ini juga salah satu revolusi yang
dilakukan oleh masyarakat terhadap penindasan kepada kaum priyayi maka Serikat Islam mempunyai sasaran anggotanya yang mencakup
seluruh rakyat jelata yang tersebar di seluruh pelosok tanah air. Akan tetapi
SI terpecah menjadi dua karena perbedaan sudut pandang yang dimana satunya
kearah Islamisme dan satunya lagi ke arah komunisme.
Sebenarnya penyimpangan SI merah (Komunisme) memiliki sifat
lebih terbuka, karena bangsa Indonesia tidak hanya memiliki satu agama saja,
Indonesia memiliki berbagai suku agama. Seperti yang ungkapkan Luthfi
Assyaukanie (2011:53) bahwa Pemimpin cabang Semarang seperti Semaun, Darsono,
dan Alimin, menganggap CSI ( Central Sarekat Islam ) tidak sanggup menerima
kemajemukan masyarakat Indonesia. Mereka mengusulkan agar dasar Islam SI diubah
menjadi Komunisme, karena Komunisme menerima segala macam manusia, Muslim serta
non-Muslim.
Dilihat dari pernyataan tersebut maka kelompok SI merah ini
bukanlah golongan Atheis seperti apa yang dikatakan orang terhadap Komunis. SI
merah tersebut hanya ingin mengakui kemajemukkan Indonesia sebagai bangsa yang
tidak hanya memiliki satu agama saja dan tidak hanya agama Islam saja yang
dijajah, akan tetapi sebagai bangsa Indonesia kita memiliki hak dan kewajiban
yang sama tanpa memandang ras dan golongan agama. Seperti yang telah dikatakan
oleh Prof. Soetandyo Wignyosoebroto “ Pada pencarian national identity, ketika
kehidupan lokal berganti kehidupan nasional.Tapi sekarang kehidupan kan tidak
berhenti pada kehidupan nasional. Kita juga mencari identitas sebagian bagian
dari makhluk bumi yang tidak hanya hidup dalam lingkaran suku, lingkaran bangsa
tapi juga pada lingkaran umat”. Jika demikian, maka SI merah bertujuan untuk
mencari identitas bangsa secara keseluruhan mencakup wilayah Indonesia yang
sama – sama terjajah oleh kolonialisasi Belanda dan bersama – sama berjuang
untuk terlepas dari penjajahan yang menyengsarakan seluruh rakyat Indonesia.
Dalam Islam kita juga harus memberikan kebebasan orang lain
untuk menjalankan agama sesuai dengan keyakinan masing – masing, kesemuanya
jelas tertuang dalam Surat Al Kafirun Ayat 1-6. Jika dari kedua paham tersebut
bisa disatukan dalam mencapai kemerdekaan bukan tidak mungkin Indonesia bisa
merdeka sebelum tahun 1945, karena mereka akan sadar sebagai satu bangsa yaitu
Indonesia. Yang menjadi masalah pada awal abad ke-20 hanya lah perbedaan sudut
pandang Islam dan Komunis yang bersifat Sosialis, padahal Islam itu sendiri
identik dengan sosial seperti isi kandungan Surat Al Kafirun ayat 1-6 itu
sendiri.
Untuk Indonesia sendiri kuranglah begitu tepat mencampur aduk
kan agama dan negara karena jika itu dibahas sebagai suatu konsep negara
Indonesia yang begitu banyak terdapat suku bangsa dan budaya tentulah tidak
akan ada habis - habisnya. Bukan membuat Indonesia semakin dapat bersatu,
bahkan akan membuat Indonesia terpecah belah karena pasti akan ada kelompok –
kelompok yang menganggap dirinya lebih baik dari kelompok lain. Agama ya agama, tergantung siapa yang
menjalankannya. Tergantung dari pribadi manusia itu sendiri yang menjadikan
agama sebagai benteng bagi dirinya dalam kehidupan, karena pada dasarnya semua
agama mengajarkan kebaikan dan kebenaran. Sedangkan negara ya negara, negara
adalah milik seluruh warga negara yang mendiami negara tersebut tanpa memandang
siapa dia, agama apa dia, suku apa dia, dan lain sebagainya. Negara juga
menjadi tanggung jawab bagi seluruh warga negara dan berhak mempertahankan
negaranya dari ancaman, baik ancaman dari luar maupun dari dalam negara itu
sendiri.
Daftar
Bacaan
Assyaukanie,
Luthfie.2011.Ideologi Islam dan Utopia. Jakarta: Freedom Institute
Hayati,
Chusnul.2000. Peristiwa Cimareme 1919. Semarang: Mimbar Offset
Tono, Suwidi.2000.
“Kita Lebih Bodoh dari Generasi Soekarno-Hatta”. Jakarta: Vision 03
Suryanegara, Ahmad
Mansur.2013. Api Sejarah. Bandung: PT Grafindo Media Pratama
Komentar
Posting Komentar