CERITA RAKYAT KALBAR (BATU BALAH BATU BETANGKUP)
BATU
BALAH BATU BETANGKUP
Konon
pada zaman dahulu terdapatlah sebuah batu besar yang bisa dikatakan ajaib oleh
warga di daerah Sambas. Batu tersebut biasa digelar Batu belah batu betangkup.
Batu tersebut sangat ditakuti oleh penduduk setempat karena di sekitar batu
tersebut memiliki pantangan – pantangan yang harus ditaati oleh warga. Dan
apabila pantangan tersebut dilanggar maka batu tersebut akan terbuka atau
membelah dan menelan siapa saja yang berada di atasnya sehingga tidak dapat
keluar lagi.
Di
sebuah kampung yang masih masuk ke dalam wilayah Sambas, kampung tersebut
bernama Pemangkat merupakan tempat batu ini berada. Tak jauh dari batu tersebut
terdapat rumah yang didiami oleh satu keluarga yang terdiri dari ibu dan kedua
anaknya. Ibu tersebut bernama Mak Tanjung dan kedua anaknya bernama Melur dan
Pekan. Mak Tanjung sangat sering bersedih karena beliau baru saja kehilangan
seorang suami yang ia cintai. Kini beliau terpaksa harus membanting tulang untuk
menghidupi dan menjaga kedua anaknya dalam keadaan yang serba kekurangan.
Pada
suatu hari, Mak Tanjung ingin sekali memakan telur ikan tembakul. Maka, ia pun
bergegas pergi ke sungai untuk mencari ikan tembakul tersebut. Ketika menangkap
ikan tersebut bukan main senangnya hati Mak Tanjung, karena dengan ikan dan
telurnya lah ia dapat lauk sebagai pelengkap nasi yang akan di makan bersama
kedua anaknya.
"Wah,
besarnya ikan yang mak dapat !" teriak Pekan kegembiraan.
"
Ya, ini ikan tembakul namanya. Mak rasa ikan ini ada telurnya. Sudah lama mak
teringin untuk memakan telur ikan tembakul ini," kata Mak Tanjung.
Mak
Tanjung pun langsung menyiang ikan tembakul yang telah ditangkapnya itu dan dia
pun menyuruh anak perempuan sulungnya yang bernama Melur untuk dimasak gulai.
Setelah menyuruh anaknya untuk memasak gulai kepada Melur, Mak Tanjung pun
berkata kepada anak perempuannya. " Masaklah gulai ikan dan goreng telur
ikan tembakul ini. Mak hendak ke hutan mencari kayu. Jika mak lambat pulang,
Melur makanlah dahulu bersama Pekan. Tapi, jangan lupa untuk tinggalkan telur ikan tembakul untuk
mak," pesan Mak Tanjung kepada Melur.
Sepergi
ibunya untuk mencari kayu bakar di hutan, Melur pun menjalankan amanat ibunya
itu. Setelah selesai memasak gulai ikan tembakul, kemudian Melur menggoreng
telur ikan tembakul pula. Setelah semuanya selesai, Melur menyisihkan sedikit
telur ikan itu untuk ibunya dalam sebuah bakul. Melur dan Pekan pun menunggu
ibunya untuk makan bersama, akan tetapi dah sampai siang hari Mak Tanjung belum
kembali dari mencari kayu bakar. Pekan pun menangis karena tidak sanggup lagi
menahan lapar. Karena tidak tega melihat adiknya yang sudah menangis tersebut
maka Melur terus menyajikan nasi, gulai ikan, dan telur ikan tembakul untuk
dimakan Pekan.
"
Hmmm..sedap betul telur ikan ini," kata Pekan sambil menikmati telur ikan
goreng.
"
Eh Pekan, janganlah asyik makan telur ikan sahaja. Makanlah nasi dan gulai
juga," pesan Melur kepada Pekan.
"
Kakak, telur ikan sudah habis. Berilah Pekan lagi. Belum puas rasanya makan
telur ikan tembakul ini ," minta Pekan.
"
Eh, telur ikan ini memang tidak banyak. Nah, ambil bahagian kakak ini,"
jawab Melur.
Pekan
terus memakan telur ikan kepunyaan kakaknya itu tanpa berfikir lagi. Enak betul
rasa telur ikan tembakul itu! Setelah habis telur ikan dimakannya, Pekan
meminta lagi.
"
Kak, Pekan hendak lagi telur ikan," minta Pekan kepada Melur.
"
Eh , mana ada lagi ! Pekan makan sahaja nasi dan gulai ikan. Lagipun, telur
ikan yang tinggal itu untuk mak. Mak sudah pesan dengan kakak supaya
menyimpankan sedikit telur ikan untuknya ," kata Melur.
Mendengar
perkataan kakaknya tersebut Pekan terus mendesak dan ia pun menangis lagi.
Melur pun membujuk Pekan, akan tetapi pujukan tersebut malah membuat tangisan
Pekan semakin nyaring. Tiba – tiba Pekan berlari dan mencapai telur ikan yang
disimpan Melur untuk ibunya.
"
Hah, rupa-rupanya ada lagi telur ikan! " teriak Pekan dengan gembiranya.
"
Pekan! Jangan makan telur itu! Kakak simpankan untuk mak," teriak Melur.
Tapi
Pekan tidak menghiraukan teriakan kakaknya, Melur. Pekan pun melahap telur ikan
tersebut sampai habis. Tak lama kemudian Mak Tanjung pun pulang dari mencari
kayu bakar. Melihat ibunya datang dengan bergegas Melur terus menyajikan
makanan untuk ibunya.
"
Mana telur ikan tembakul, Melur? " tanya Mak Tanjung.
"
Err... Melur ada simpankan untuk mak, tetapi Pekan telah menghabiskannya. Melur
cuba melarangnya tetapi...."
"
Jadi, tiada sedikit pun lagi untuk mak? " tanya Mak Tanjung.
Melur
tidak menjawab pertanyaan ibunya, karena merasa serba salah. Ia sangat sedih
melihat ibunya yang sangat ingin memakan telur ikan tembakul tersebut dan
sangat terpukul hatinya ketika melihat wajah ibunya yang begitu hampa karena
tidak dapat menikmati telur tembakul.
"
Mak sebenarnya tersangat ingin memakan telur ikan tembakul itu.
Tetapi...." sebak rasanya hati Mak Tanjung kerana terlau sedih dengan
perbuatan anaknya, Pekan itu.
Mak
Tanjung memandang kedua anaknya tersebut, Melur dan Pekan. Dengan sangat penuh
kesedihan dan hati yang kecewa ia lalu berjalan menuju ke hutan. Hatinya
bertambah pilu ketika mengingat mendiang suaminya dan merasakan kini dirinya
tidak dikasihi lagi. Mak Tanjung berfikir anak – anak nya tidak menyayanginya
lagi karena telah melukakan hatinya sebegitu rupa.
Tak
jauh dari belakang Mak Tanjung, Melur dan Pekan pun berlari mengejar ibu mereka
dari belakang. Mereka berteriak dan menangis sambil memanggil – manggil memujuk
ibu mereka supaya pulang. Timbul penyesalan dari dalam diri kedua anak Mak
Tanjung.
"
Mak, jangan tinggalkkan Pekan! Pekan minta maaf ! Mak...." jerit Pekan
sekuat hatinya.
Melur turut menangis dan berteriak, " Mak, Kasihanilah kami! Mak!"
Melur turut menangis dan berteriak, " Mak, Kasihanilah kami! Mak!"
Melur
dan Pekan sangat takut jikalau ibu mereka tersebut menuju ke arah batu belah
batu betangkup. Mereka terus saja berlari berteriak, menangis dan membujuk Mak
Tanjung agar mereka dimaafkan atas kesalahan yang telah mereka perbuat
sebelumnya sehingga membuat luka hati ibu mereka. Malangnya, Melur dan Pekan
sudah terlambat untuk membujuk ibu mereka, hati ibunya telah hancur atas
perlakuan anaknya sehingga Mak Tanjung tidak memperdulikan teriakan dan
tangisan kedua anaknya itu. Mak Tanjung terus menuju ke arah batu belah batu
betangkup dan berdiri di atasnya. Mak tanjung pun mengucapkan kata yang telah
dipantangkan warga, setelah mak tanjung mengucapkan kata – kata pantangan
tersebut batu tersebut pun terbelah dan menelan Mak Tanjung sampai habis
kemudian batu tersebut tertutup kembali.
Melur
dan Pekan pun menangis karena melihat ibunya ditangkup (ditelan) batu di depan
mereka. Kedua kakak beradik itupun menunggu ibunya kembali di hadapan batu
tersebut akan tetapi ibunya tak kunjung muncul. Dan sampai sekarang ini tempat
tersebut berada di kawasan Tanjung Batu yang terletak di Kecamatan Pemangkat.
Untuk mengenang cerita ini juga di Sambas menciptakan sebuah lirik lagu yang
berjudul “Batu Ballah Batu Betangkup”.
A. Kesimpulan
Berdasarkan
cerita rakyat tersebut dapat lah di ambil sebuah amanah yang dapat kita petik
sebagai pelajaran di dalam kehidupan sehari – hari baik di dalam keluarga
maupun masyarakat. Adapun amanah yang tersirat di cerita rakyat ini yaitu:
1. Bertanggung
Jawab
ü Sebagai
seorang ibu harus lah memiliki tanggung jawab kepada anak-anaknya walaupun
selepas ditinggal suami. Tanggung jawab yang dapat dilihat dari seorang ibu tersebut
ia rela bekerja membanting tulang sendirian untuk menghidupi kedua anaknya.
ü Sebagai
seorang anak hendaknya selalu menjaga amanah ibunya walau apapun yang terjadi
2. Jujur
Dari cerita tersebut di ajarkan untuk
selalu berkata jujur dalam keadaan apapun.
3. Mandiri
Dalam kisah itu kita di ajarkan selalu
hidup mandiri tanpa tergantung dengan orang lain. Mak Tanjung yang bekerja
sendiri tanpa meminta bantuan dari warga sekitar walaupun ia tidak mampu. Serta
Melur yang bisa membantu ibunya memasak ketika ibunya pergi.
4. Kerja
Keras
Dalam kondisi yang serba kekurangan dari kisah
tersebut Mak Tanjung tetap bekerja dan tidak mengharapkan sumbangan dari
kerabat maupun tetangga.
Komentar
Posting Komentar